Minggu, 17 April 2011

PSIKOLOGI KLINIS

ALIRAN BEHAVIORISTIK
Menurut teori behavioral, manusia adalah makhluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-faktor luar. Manusia pada dasranya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budaya. Tingkah laku manusia dipelajarinya ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui belajar yaitu:
a)      Pembiasan klasik, yang ditandai dengan satu stimulus yang menghasilkan satu respon. Misalnya bayi merespon suara keras dengan takut.
b)      Pembiasaan operan, ditandai dengan adanya satu stimulus yang menghasilkan banyak respon. Pengondisian operan memberikan penguatan positif yang bisa memperkuat tingkah laku. Sebaliknya penguatan negative bisa memperlemah tingkah laku.
c)      Peniruan yaitu orang tidak memerlukan reinforceman agar bisa memiliki tingkah laku melainkan ia meniru. Syarat dalam meniru tingkah laku yaitu:
a.       Tingkah laku yang ditiru memang mampu untuk ditiru oleh individu yang bersangkutan
b.      Tingkah laku yang ditiru adalah perbuatan yang dinilai public positif.
Tingkah laku (behavior adalah aktivitas yang dapat diamati dan yang bersifat umum mengenai otot-otot dan kelenjar-kelenjar sekresi eksternal sebagaimana terwujudnya pada gerakan-gerakan bagian-bagian tubuh atau pada pengeluaran air mata, keringat dan seterusnya. Berjalan adalah tingkah laku begitu pun dengan suatu senyuman, seringai, kedipan mata, gigilan (menggigil), muka membara (akibat perubahan kelenjar dan aliran darah), perubahan sesuatu postur, atau istilah-istilah lain yang bersangkutan dengan gerakan yang nampak mata.
Behavior therapy memusatkan perhatian pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan tidak mencari determinan-determinan didalam diri individu, melainkan mencari determinan-determinan luar tingkah laku patologis.
Dalam kehidupan sehari-hari kita semua tahu bahwa perilaku dan fikiran kita berubah akibat pengalaman.Salah satu perkembangan yang penting adalah social learning theory (teori belajar social). Pendekatan ini banyak mendasarkan diri pada konsep modeling (peniuan) terhadap perilaku yang diobservasi, yang dieksplorasi dan dielaborasi oleh Allbert Bandura (1970).
Subjek yang mengamati (mengobsevasi) apa yang sedang dilakukan orang lain belajar untuk meniru perilaku itu. Gerald (1997) membangun sebuah sitem ekstensif dari konsep-konsep belajar social dan berbagai prosedur berdasarkan pengamatan terhadap perilaku dalam pertemuan-pertemuan antara anak-anak dan orang tuanya.
Riber mendefinisikan behavior therapy (terapi tingkah laku) yaitu psikoterapi yang berusaha mengubah pola perilaku abnormal atau maladaftif dengan menggunakan proses extinction (penghilangan) atau inhibitory(pembatasan) dan atausituasi-situasi klinis dan operant conditioning. Jadi semua gangguan perilaku diasumsikan merupakan akibat dari kontingensi yang kurang menguntungkan dalam kehidupan individu. Tidak perlu mengexplorasi konflik-konflik yang mendasarinya. Terapi yang efektif mestinya diarahkan pada modifikasi perilaku yang saat ini dimanifestasikan oleh klien.
Terapi behavioral berusaha mengajari klien tentang cara menolong diri sendiri dengan menekankan tentang pentingnya membangun keterampilan-keterampilan yang berkesinambungan seumur hidup. Pendekatan behavioral bersifat “transparan” dalam arti bahwa proses dan kegiatannya didiskusikan secara terbuka dengan klien, dank lien secar aktif dilibatkan dalam proses-proses pengambilan keputusan klinis. Metode behavioral dapat digunakan dalam penanganan termasuk:
a)      Exposure-based methods seperti desensitisasi sistematik
b)      Operant methods seperti reinforcement, extinction, time out, dan token economies
c)      Modeling, atau belajar melalui bservasi
d)     Sel-control methods seperti self-observation dan self-reinforcement
e)      Cognitive methods
Terapi dengan pendekatan belajar dinamakan behavior therapy. Dalam orientasi belajar dalam spendekatan dan penyembuhan gangguan jiwa didasarkan atas teori-teori belajar, antara lain prinsip-prinsip kondisioning klasik, kondisioning operan, dan belajar social. Untuk pendekatan belajar dapat digunakan skema (dalam kanfer & Philips, dalam suwondo, 1980).

S-O-R-K-C
S= stimulus
O= organisme
R= respons
C= concequnc, akibat
K= contingency, kedekatan
Dalam interviu, tidak perlu digali peristiwa-peristiwa di masa lampau dan konflik-konflik yang tidak disadari seperti halnya dalam pendekatan psikoananalisis. Pendekatan belajar tidak melihat adanya semua. Yang penting untuk memahami dan menyembuhkan suatu simtom tersebut. Suatu simtom hanya diperhatikan kuantitasnya, apakah berlebihan atau kekurangan.
Terapi tingkah laku bertolak dari asumsi bahwa semua tingkah laku terjadi sebagai respons terhadap stimulus, anternal atau eksternal. Tugas utama dari terapis tingkah laku adalah mengidentifikasikan stimulus-respons (S-R) yang mungkin terjadi untuk pasien. Bagian dari proses terapi ini disebut analisis behavioral atau fungsional. Berikut ini adalah ilustrasi dari hubungan S-R untuk seseorang yang mengalami ketakutan akan tempat-tempat yang tinggi, stimulus S untuk terbang dari pesawat kecil akan memberikan respons R kecemasan yang hebat dan berusah menghindari stimulus.
Selama analisis behavioral, terapis berusaha menentukan stimulus-stimulus yang ada hubungannya dengan respon-respon maladaptive. Melalui analisis ini, baik pasien maupun terapis mencapai pemahaman terhadap masalah itu dan perkembangan. Meskipun pemahaman itu tidak menghilangkan masalah tersebut, namun berguna karena pemahaman itu mereduksikan kecemasan pasien dan pasien tidak lagi merasa dikuasai oleh kekuatan-kekuatan misterius dan yang tidak diketahui.
Perlu diingat bahwa kesalahan-kesalahn mengenai dugaan hubungan S-R pada tahap diagnosis ini akan menghasilkan perawatan yang tidak efektif karena perawatan tersebut kemudian akan dipusatkan pada penghilangan hubungan S-R yang tidak digunakan untuk tetap mempertahankan tingkah laku madaptif.
Analisis behavioral dimulai oleh terapis yang mengambil sejarah terperinci mengenai masalah yang dialami oleh pasien sekarang, perkembangan dari masalah itu, dan terutama mengenai hubungan dari masalah itu dengan pengalaman-pengalaman pasien sekarang. Dalam membuat analisis tersebut adalah penting kalau terapis memperoleh hal-hal terperinci akan kongkret mengenai situasi-situasi dimana masalah sekarang itu muncul. Misalnya, bila seorang pasien merasa malu dalam beberapa situasi, maka terapis perlu mengidentifikasi interaksi-iteraksi khusus dimana pasien tidak asertif.
Selanjutnya terapis perlu juga menetapkan alasan-alasan mengapa pasien itu merasa malu. Apakah karena dia tidak mengetahui bagaimana mengungkapka dirinya, atau karena dia mengalami ketakutan-ketakutan tertentu. Perawatan yang dipilih tergantung pada imformasi seperti itu. Apabila pasien tidak mengetahui bagaimana mengungkapkan dirinya, maka suatu pendekatan “modeling” dengan bermain peran digunakan. Sebaliknya, bila pasien sebenarnya memiliki kemampuan untuk mengadakan respons tetapi terhambat karena ketakuta-ketakutan tertentu, maka prosedur disensitisasi dapatdigunakan untuk mereduksikan ketakutan-ketakutan ini.
Terapi tingkah laku, berbeda sebagian besar besar pendekatan terapi lainnya, ditandai dengan:
a)      Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tang tampak dan spesifik.
b)      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.
c)      Perumusan prosedur treatmen yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d)     Penafsiran objektif atas hasil-hasil terapi
Pada dasarnya, terapi tingkah laku diarahkan pada tujuan-tujuanmemperoleh tingkah laku baru.penghapusan tingkah laku maladaptive, serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan. Pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikasi, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tetang tujuan ditolak. Klien diminta untuk menyatakan dengan cara-cara yang konkret jenis-jenis tingkah laku masalah yang dia ingin mengubahnya.
Karena tingkah laku yang dituju dispesifikasi dengan jelas, tujuan-tujuan treatment dirinci dan metode-metode terapeutik diterangkan, maka hasil-hasil terapi menjadi dapat dievaluasi. Terapi tingkah lakumemasukkan criteria yang didefenisikan dengan baik bagi perbaikan atau penyembuhan. Karena terapi tingkah laku menenkankan evalusasi atas keefektifan teknik-teknik yang digunakan, maka evolusia dan perbaikan yang berkesinambungan atas prosesdur-prosedur treatment menandai proses terapeutik.
Proses Terapi Behavioristik
Tujuan-tujuan psikoterapi menduduki suatu tempat yang sangat penting dalam terapi tingkah laku. Klien menyeleksi tujuan-tujuan terapi yang secara pesifik ditentukan pada permulaan proses terapeutik. Penaksiran terus-menerus dilakukan sepanjang terapi untuk menentukan sejauh mana tujuan-tujuan terapeutik itu secara efektif tercapai.
Tujuan utama terapi tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku dipelajari (learned), termasuk tingkah laku yang maladaptif. Jika tingkah laku neurotic learned, maka bisa unlearned(dihapus dari ingatan), dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh. Terapi tingkah laku pada hakikatnya terdiri atas penghapusan hasil belajar yang tidak adapatif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang di dalamnya terdapat respon-respon yang layak, namun belum dipelajari.
Ada beberapa kesalahpahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi tingkah laku. Salah satu kesalah pahaman yang umum adalah bahwa terapi semata-mata menghilangkan gejala-gejala sautu gangguan tingkah laku dan bhawa setelah gejala-gejala itu terhapus, gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang mendasarinya tidak ditangani. Kesalahpahaman umum lainnya adalah bahwa tujuan-tujuan klien ditentukan dan dipaksakan oleh terapis tingkah laku. Tampaknya ada unsur kebenaran dalam anggapan tersebut, terutama jika menyinggung beberapa situasi, misalnya situasi di rumah sakit jiwa. Bagaimanapun, kecenderungan yang adadalam terapi tingkah laku modern bergerak kearah pelibatan klien dalam menyeleksi tujuan-tujuan dan memandang hubungan kerja yang baik antara terapis dan klien sebagai diperlukan (meski dipandang belum cukup) guna memperjelas tujuan-tujuan terapeutik dan bagi kerja yang kooperatif ke arah pencapaian tujuan-tujuan terapeutik tersebut.
Pendekatan terhadap behavioristik ini yaitu:
·         Tipe pendekatan yang harus memetingkan tingkah laku atau gejala yang Nampak saja.
·         Memperhatikan bagai mana hubungan antara gejala-gejala tersebut
·         Melihat gejala psikologis hanya berdasarkan kumpulan dari gejala-gejala yang Nampak itu
Teknik terapi tingkah laku yaitu:
1.      Desensitisasi sistematik
Teknik ini adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negative, dan iya menyertakan pemunculan tingkah lkau atau respon yang berlawanan dengan tingkah lkau yang hendak dihapuskan. Desensitisasi diarahkan pada mengajar klien untuk menampillkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.
Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalamn-pengalaman pembnagkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasang secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan itu terhapus. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respons, yakni relaksasi, yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam.
Desensitisasi sistematik adalah teknik yang cock untuk menangani fobia-fobia. Tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan. Desensitisasi sitematik bisa diterapkan secra efektif pada berbagai situasi penghasilan kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan yang digeneralisasi, kecemasan-kecemasan neurotic, serta imfotensi dan frigiditas seksual.
2.      Terapi implosive dan pembajiran
Teknik ini berlandasan paradigm mengenai penghapusan eksperimental. Teknik ini terdiri atas pemunculan stimulus berkondisi secara berulang-ulang tampa pemberian perkuatan. Stampfl (1975) mengembangkan teknik yang berhubungan dengan teknik pembanjiran, yang disebut “terapi implosive” : seperti halnya dengan desensitisasi sistematik, terapi implosive berasumsi bahwa tingkah laku neurotic kecemasan.
Terapi implosive berbeda dengan desensitisasi sistematik dalam usaha terapis untuk menghadirkan luapan emosi yang massif. Alasan yang digunakan oleh teknik ini adalah bahwa jika seseorang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan terekdusi atau terhapus. Klien diarahkan untuk membayangkan situasi-situasi yang mengancam. Dengan secara berulang-ulang dan dimunculkan dalam setting terapi dimana konsekuensi-konsekuensi yang diharapkan dan menakutkan tidak muncul, stimulus-stimulus yang mengancam kehilangan daya menghasilkan kecemasannya, dan penghindaran neurotic pun terhapus.
Stampfl (1975) mencatat beberapa contoh bagaimana terapi implosive berlangsung. Ia melukiskan seorang klien yang mengalami kecenderungan-kecenderungan obsesif pada kebersihan. Klien mencuci tangannya lebih dari seratus kali sehari dan memiliki ketakutan yang berlebihan terhadap kuman.
3.      Latihan Asertif
Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas adalah latihan asertif yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi intarpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Suatu masalah yang khas yang bisa dikemukakan sebagai contoh adalah kesulitan klien dalam menghadapi atasannya di kantor. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa ditekan oleh atasannya untuk melakukannya hal-hal yang menurut penilaiannya buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas dihadapan atasannya.
Tingkah laku menegaskan diri pertama-tama diperaktekkan dalam situasi permainan peran, dan dari sana diusahakan agar tingkah laku menegaskan diri itu diperaktekkan dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Terapis memberikan bimbingan dengan memperlihatkan bagaimana dan bilamana klien bisa kembali kepada tingkah laku semula, tidak tegas, serta memberikan pedoman untuk memperkuat tingkah aku menegaskan diri yang baru diperolehnya.
Shaffer dan Galinsky (1974) menrangkan bagaimana kelompok-kelompok latihan asertif atau “latihan ekspresif” dibentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri atas 8-10 anggota memiliki latar belakang yang sama, dan session terapi berlangsung selama dua jam. Terapis bertindak sebagai penyelenggara dan pengarah permainan peran, pemberi perkuatan, dan sebagai model peran. Dalam diskusi-diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai seorang ahli, memberikan bimbnagan dalam situasi-situasi permainan peran, dan memberikan umpan balik kepada anggota.
Terapi kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pad kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam menyumbangkan cara-cara brhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Fokusnya adalah mempraktekakan, melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul yang baru diperoleh sehingga individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadainya dan belajar bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan fikiran-fikiran mereka secara lebih terbuka disertai keyakinan bahwamereka berhak untuk menunjukan reaksi-reaksi yang terbuka itu.


4.      Terapi Aversi
Teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat kemunculannya. Stimulus-stimulus aversi biasanya berapa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramuan yang membuat mual. Kendali aversi biasa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau pengguanaan berbagai bentuk hukuman. Contoh pelaksanaan penarikan pemerkuat positif adalah mengabaikan ledakan kemarahan anak guna menghapus kebiasaan mengungkapkan ledakan kepada si anak.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling controversial yang dimiliki oleh para behavioris meskipun digunakan secara luas sebagai metode-metode untuk membawa orang-orang kepadatingkah laku yang didnginkan. Kondisi-kondisi yang diciptakan sehingga orang-orang melakukan apa yang diharapkan dari mereka dalam rangka menghindari konsekuensi-konsekuensi aversif.
Dalam teknik aversi, stimulus-stimulus yang menyakitkan atau aversif diberi secara berpasangan dengan respon-reson yang tidak dikehendaki, seperti merokok, alkoholisme, atau respon-respon seksual yang menyimpang. Misalnya para perokok berhasil dirawat dengan suatu bentuk teknik aversif, yang disebut rapid smoking, dimana kecepatan mengisap rokok meningkat samapai pada keadaan yang membahayakan.
Skinner (1948-1971) adalah salah seorang tokoh yang terang-terangan menentang penggunaan hukuman sebagai cara untuk mengendalikan hubungan-hubungan manusia ataupun untuk mencapai maksud-maksud lembaga masyarakat. Menurut Skinner, perkuatan positif jauh lebih efektif dalam mengendalikan tingkah laku karena hasil-hasilnya lebih dapat diramalkan serta kemungkinan timbulnya tingkah laku yang tidak diingikan akan lebih kecil. Skinner (1994) berpendapat bahwa hukuman adalah sesuatu yang buruk meskipun bisa menekan tingkah laku yang diinginkan, namun tidak melemahkan kecenderungan untuk merespon bahkan untuk sementara menekan tingkah laku tertentu.

5.      Pengondisian Operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi dilingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku yang paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan sebagainya.
Menurut Skinner (1971), jika suatu tingkah laku diganjar, maka probalitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip perkuatan yang menerangkan pembentukan, pemeliharaan, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan.
ALIRAN HUMANISTIK
Di tahun 1950-an, beberapa psikolog aliran ini mendirikan sekolah psikologi yang disebut dengan humanisme. Psikolog humanistik mencoba untuk melihat kehidupan manusia sebagaimana manusia melihat kehidupan mereka. Mereka cenderung untuk berpegang pada prespektif optimistik tentang sifat alamiah manusia. Mereka berfokus pada kemampuan manusia untuk berfikir secara sadar dan rasional untuk dalam mengendalikan hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka. Dalam pandangan humanistik, manusia bertanggung jawab terhadap hidup dan perbuatannya serta mempunyai kebebasan dan kemampuan untuk mengubah sikap dan perilaku mereka. Tiga psikolog, Abraham Maslow, Arthur Combs dan Carl Rogers, sangat terkenal dengan teori humanistik mereka. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Abraham Maslow
Tahapan tertinggi dalam tangga hierarki motivasi manusia dari Abaraham Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri. Maslow mengatakan bahwa manusia akan berusaha keras untuk mendapatkan aktualisasi diri mereka, atau realisasi dari potensi diri manusia seutuhnya, ketika mereka telah meraih kepuasan dari kebutuhan yang lebih mendasarnya. Maslow juga mengutarakan penjelasannya sendiri tentang kepribadian manusia yang sehat. Teori psikodinamika cenderung untuk didasarkan pada studi kasus klinis maka dari itu akan sangat kurang dalam penjelasannya tentang kepribadian yang sehat. Untuk sampai pada penjelasan ini, Maslow mengkaji tokoh yang sangat luar biasa, Abaraham Lincoln dan Eleanor Roosevelt, sekaligus juga gagasan-gagasan kontemporernya yang dipandang mempunyai kesehatan mental yang sangat luar biasa.
Maslow menggambarkan beberapa karakteristik yang ada pada manusia yang mengaktualisasikan dirinya:
·         Kesadaran dan penerimaan terhadap diri sendiri
·         Keterbukaan dan spontanitas
·         Kemampuan untuk menikmati pekerjaan dan memandang bahwa pekerjaan merupakan sesuatu misi yang harus dipenuhi
·         Kemampuan untuk mengembangkan persahabatan yang erat tanpa bergantung terlalu banyak pada orang lain
·         Mempunyai selera humor yang bagus
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima kebutuhan dasar Maslow – disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1.      Kebutuhan Fisiologis
Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2.      Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3.      Kebutuhan Sosial
Memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4.      Kebutuhan Penghargaan
Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5.      Kebutuhan Aktualisasi Diri
Kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.
Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak. Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu: Kognitif (kebermaknaan) dan experiential (pengalaman atau signifikansi)
Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya:
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.        Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1.      Merespon perasaan siswa
2.      Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3.      Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4.      Menghargai siswa
5.      Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6.      Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7.      Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Teori Pribadi Terpusat Manusia dari Carl Rogers. Carl Rogers, seorang psikolog humanistik lainnya, mengutarakan sebuah teori yang disebut dengan teori pribadi terpusat. Seperti halnya Freud, Rogers menjelaskan berdasarkan studi kasus klinis untuk mengutarakan teorinya. Dia juga mengembangkan gagasan dari Maslow serta ahli teori lainnya. Dalam pandangan Rogers, konsep diri merupakan hal terpenting dalam kepribadian, dan konsep diri ini juga mencakup kesemua aspek pemikiran, perasaan, serta keyakinan yang disadari oleh manusia dalam konsep dirinya.
Kongruensi dan Inkongruensi
Rogers mengatakan bahwa konsep diri manusia seringkali tidak tepat secara sempurna dengan realitas yang ada. Misalnya, seseorang mungkin memandang dirinya sebagai orang yang sangat jujur namun kenyataannya seringkali berbohong kepada atasannya tentang alasan mengapa dia datang terlambat. Rogers menggunakan istilah inkongruensi (ketidaksejajaran) untuk mengacu pada kesenjangan antara konsep diri dengan realitas. Rogers brefikir bahwa manusia akan merasa gelisah ketika konsep diri mereka terancam. Untuk melindungi diri mereka dari kegelisahan tersebut, manusia akan mengubah perbuatanny sehingga mereka masih akan tetap mampu berpegang pada konsep diri mereka. Manusia dengan tingkat inkongruensi yang lebih tinggi akan merasa sangat gelisah karena realitas selalu mengancam konsep diri mereka secara terus menerus. Misalnya, Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali sangat pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan tidak memberikan tips sama sekali saat di restauran. Ketika teman makan malamnya memberikan komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu sudah layak dibandingkan pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku pemberian tipsnya pada pelayanan yang buruk, aka dia dapat terhindar dari kecemasan serta tetap menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.
Di sisi lain, kongruensi, merupakan kesesuaian yang sangat akurat antara konsep diri dengan realitas. Menurut Rogers, para orang tua akan memacu adanya inkongruensi ini ketika mereka memberikan kasih sayang yang kondisional kepada anak-anaknya. Orang tua akan menerima anaknya hanya jika anak tersebut berperilaku sebagaimana mestinya, anak tersebut akan mencegah perbuatan yang dipandang tidak bisa diterima. Disisi lain, jika orang tua menunjukkan kasih sayang yang tidak kondisional, maka si anak akan bisa mengembangkan kongruensinya. Remaja yang orang tuanya memberikan rasa kasih sayang kondisional akan meneruskan kebiasaan ini dalam masa remajanya untuk mengubah perbuatan agar dia bisa diterima di lingkungan.
ALIRAN KOGNITIF
Psikologi kognitif merupakan perspektif secara teori yang memfokuskan pada dunia persepsi pemikiran ingatan manusia. Ia menggambarkan pelajar sebagai proses maklumat yang aktif menyerupai metafora dunia komputer. Pada pandangan psikologi kognitif, cara pelajar menambahkan maklumat menentukan pencapaian tahap kefahaman mereka. Sebilangan konsep yang berkuasa telah muncul dalam psikologi kognitif dengan setiapnya menjelaskan pertimbangan kuasa pendidikan. Antara konsep-konsep ini termasuk skemata yaitu ide yang menggambarkan rangka kerja mental untuk pemahaman, pembentukan ingatan yaitu pandangan menyatakan pengetahuan adalah direka oleh pelajar apabila mereka menghadapi situasi baru dan tahap memproses iaitu tanggapan bahawa ingatan adalah keluaran sampingan dari proses maklumat yang diterima. Disebabkan psikologi kognitif semakin berkembang dalam bentuk yang lebih matang, ia mula memasukkan pengaruh sosial dalam perkembangan kognitif, perhubungan antara kognisi dan motivasi, kesedaran diri, strategi kognitif dan perkembangan kepakaran subjek dalam bidang matematik dan sains.
Piaget yang lahir pada tanggal 9 Agustus 1896 adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog perkembangan Swiss yang terkenal karena hasil penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan kognitifnya. Menurut Ernst von Glasersfeld, Jean Piaget adalah juga "perintis besar dalam teori konstruktivis tentang pengetahuan. Karya Piaget pun banyak dikutip dalam pembahasan mengenai psikologi kognitif. Dia meninggal pada tanggal 16 September 1980. Istilah "Cognitive" berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Menurut penelitiannya, bahwa tahap-tahap perkembangan individu/pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar individu. Jean Piaget menyebut bahwa struktur kognitif ini sebagai skemata (Schemas), yaitu kumpulan dari skema-skema. Seseorang individu dapat mengikat, memahami dan memberikan respons terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata ini. Skemata ini berkembang secara kronologis, sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan demikian seorang individu yang lebih dewasa memiliki struktur kognitif yang lebih lengkap dibandingkan ketika ia masih kecil. Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme adalah pola tingkah laku yang dapat diulang . Scheme berhubungan dengan : 1. Refleks-refleks pembawaan ; misalnya bernapas, makan, minum. 2. Scheme mental ; misalnya scheme of classification, scheme of operation. (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap, pola tingkah laku yang dapat diamati)
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu ; Struktur ; disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas. 2. Isi ; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala individu menghadapi sesuatu masalah. 3. Fungsi ; disebut fungtion, yaitu yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektul. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant, yaitu 1. Organisasi ; berupa kecakapan seseorang dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk system-sistem yang koheren. 2. Adaptasi ; yaitu penyesuaian diri individu terhadap lingkungannya.
Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah terbentuk dengan stimulus baru dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Asimilasi : Adalah proses pengintegrasian secara langsung stimulus baru ke dalam skemata yang telah terbentuk/proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk mengatasi masalah dalam lingkungannya. 2. Akomodasi : Adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung/ proses perubahan respons individu terhadap stimuli lingkungan. Dalam struktur kognitif setiap individu mesti ada keseimbangan antara asimilasi denganakomodasi. Keseimbangan ini dimaksudkan agar dapat mendeteksi persamaan dan perbedaan yang terdapat pada stimulus-stimulus yang dihadapi. Perkembangan kognitif ini pada dasarnya adalah perubahan dari keseimbangan yang dimiliki ke keseimbangan baru yang diperolehnya. Dengan penjelasan diatas maka dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium– disequilibrium. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Piaget mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu : 1. kematangan 2. pengalaman fisik/lingkungan 3. transmisi social 4. equilibrium. Selanjutnya Piaget mengemukakan tentang perkembangan kognitif yang dialami setiap individu secara lebih rinci, mulai bayi hingga dewasa. Teori ini disusun berdasarkan studi klinis terhadap anak-anak dari berbagai usia golongan menengah di Swiss. Berdasarkan hasil penelitiannya, Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif dari setiap individu yang berkembang secara kronologis : a. tahap Sensori Motor : 0 – 2 tahun ; b. tahap Pra Operasi : 2 – 7 tahun ; c. tahap Operasi Konkrit. Sebaran umur pada seiap tahap ersebut adalah rata-rata (sekitar) dan mungkin pula terdapat perbedaan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya, antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Dan teori ini berdasarkan pada hasil penelitian di Negeri Swiss pada tahun 1950-an. a. Tahap Sensori Motor (Sensory Motoric Stage) Bagi anak yang berada pada tahap ini, pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra) Pada mulanya pengalaman itu bersatu dengan dirinya, ini berarti bahwa suatu objek itu ada bila ada pada penglihatannya. Perkembangan selanjutnya ia mulai berusaha untuk mencari objek yang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objekyang asalnya terlihat kemudian menghiang dari pandangannya, asal perpindahanya terlihat. Akhir dari tahap ini ia mulai mencari objek yang hilang bila benda tersebut tidak terlihat perpindahannya. Objek mulai terpisah dari dirinya dan bersamaan dengan itu konsep objek dalam struktur kognitifnya pun mulai dikatakan matang. Ia mulai mampu untuk melambungkan objek fisik ke dalam symbol-simbol, misalnya mulai bisa berbicara meniru suara kendaraan, suara binatang, dll b. Tahap Pra Operasi ( Pre Operational Stage). Tahap ini adalah tahap persiapan untuk pengorganisasian operasi konkrit. Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget di sini adalah berupa tindakan-tindakan kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting), (mairer, 1978 :24). Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Pada tahap ini anak masih berada pada tahap pra operasional belum memahami konsep kekekalan (conservation), yaitu kekekalan panjang, kekekalan materi, luas, dll. Selain dari itu, cirri-ciri anak pada tahap ini belum memahami dan belum dapat memikirkan dua aspek atau lebih secara bersamaan. c. Tahap Operasi Konkrit (Concrete Operational Stage) Anak-anak yang berada pada tahap ini umumnya sudah berada di Sekolah Dasar, dan pada umumnya anak-anak pada tahap ini telah memahami operasi logis dengan bantuan benda benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan untuk mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objek Anak pada tahap ini sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit). Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak pada tahap ini masih mengalami kesulitan besar dalam menyelesaikan tugas-tugas logika. Smith (1998) memberikan contoh. Anak-anak diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (Edith, Suzan, dan Lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi boneka yang berambut paling gelap. Namun, ketika diberi peranyaan, "Rambut Edith lebih terang daripada rambut Lily. Rambut siapakah yang paling gelap?", anak-anak pada tahap operasional konkret mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya dengan menggunakan lambang-lambang. d. Tahap Operasi Formal (Formal Operation Stage) Tahap operasi formal ini adalah tahap akhir dari perkembangan konitif secara kualitatif. Anak pada tahap ini sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abtrak dan menggunakan logika. Penggunaan benda-benda konkret tidak diperlukan lagi. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan dengan objek atau peristiwanya berlangsung. Penalaran terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya dengan menggunakan simbol-simbol, ide-ide, astraksi dan generalisasi. Ia telah memiliki kemampuan-kemampuan untuk melakukan operasi-operasi yang menyatakan hubungan di antara hubungan-hubungan, memahami konsep promosi.
Sebagai contoh eksperimen Piaget berikut ini : Seorang anak pada tahap ini dihadapkan pada gambar "pak Pendek" dan untaian klip (penjepit kertas) untuk mengukur tinggi "Pak Pendek" itu. Kemudian ditambahkan penjelasan dalam bentuk verbal bahwa "Pak Pendek" itu mempunyai teman "Pak Tinggi" Lebih lanjut dikatakan bahwa apabila diukur dengan batang korek api tinggi "Pak Pendek" empat batang sedangkan tinggi "Pak Tinggi" enam batang korek api. Berapakah tinggi "Pak Tinggi" bila diukur dengan klip? Dalam memecahkan masalah diatas, anak harus memerlukan operasi terhadap operasi


ALIRAN PSIKODINAMIKA
Teori psikodinamika adalah teori yang berusaha menjelaskan hakikat dan perkembangan kepribadian. Unsur-unsur yang diutamakan dalam teori ini adalah motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya. Teori ini mengasumsikan bahwa kepribadian berkembang ketika terjadi konflik-konflik dari aspek-aspek psikologis tersebut, yang pada umumnya terjadi pada anak-anak dini.
Pemahanan freud tentang kepribadian manusia didasarkan pada pengalaman-pengalaman dengan pasiennya, analisis tentang mimpinya, dan bacaannya yang luas tentang beragam literature ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Pengalaman-pengalaman ini menyediakan data yang mendasar bagi evolusi teorinya. Baginya, teori mengikuti megikuti observasi, dan konsepnya tentang kepribadian terus mengalami revisi selama 50 tahun terakhir hidupnya.
Meskipun teorinya berevolusi, freud menegaskan bahwa psikoanalisis tidak boleh jatuh ke dalam elektisisme, dan murid-muridnya yang menyimpang dari ide-ide dasar ini segera akan dikucilkan secara pribadi dan professional oleh freud.
Freud menganggap dirinya sebagai Ilmuan. Namun, definisinya tentang ilmu agak berbeda dari yang dianut kebanyakan psikolog saat ini. Freud lebih mengandalkan penalaran deduktif ketimbang metode riset yang ketat, dan ia melakukan observasi secara subjektif dengan jumlah sampel yang relative kecil. Dia menggunakan pendekatan studi studi kasus hampir-hampir secara secara ekslusif , merumuskan secara khas hipotesis-hipotesis terhadap fakta-fakta kasus yang diketahuinya.
Dinamika Id, Ego, dan Superego dalam Studi Psikopatologi
Psikodinamika mencerminkan dinamika-dinamika psikis yang menghasilkan gangguan jiwa atau penyakit jiwa. Dinamika psikis terjadi melalui sinergi dan interaksi-interaksi elemen psikis setiap individu. Seksualitas Freud sebagai sebuah dinamika, menangkap ada bermacam-macam potensi psikopatologi dalam setiap peta id, ego, dan superego.
Ketiga elemen psikis ini mempunyai kekhasan masing-masing, sebab mereka menggambarkan tiap-tiap ide yang saling paradoks. Hanya saja, mereka tidak akan membuat manusia sepenuhnya nyaman, karena manusia tetap saja orang yang sakit.
Sebagaimana tubuh fisik yang mempunyai struktur: kepala, kaki, lengan dan batang tubuh, Sigmund Frued, berkeyakinan bahwa jiwa manusia juga mempunyai struktur, meski tentu tidak terdiri dari bagian-bagian dalam ruang. Struktur jiwa tersebut meliputi tiga instansi atau sistem yang berbeda. Masing-masing sistem tersebut memiliki peran dan fungsi sendiri-sendiri. Keharmonisan dan keselarasan kerja sama di antara ketiganya sangat menentukan kesehatan jiwa seseorang. Ketiga sistem ini meliputi: Id, Ego, dan Superego. Sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Id
Sigmund Frued mengumpamakan kehidupan psikis seseorang bak gunung es yang terapung-apung di laut. Hanya puncaknya saja yang tampak di permukaan laut, sedangkan bagian terbesar dari gunung tersebut tidak tampak, karena terendam di dalam laut. Kehidupan psikis seseorang sebagian besar juga tidak tampak ( bagi diri mereka sendiri ), dalam arti tidak disadari oleh yang bersangkutan. Meski demikian, hal ini tetap perlu mendapat perhatian atau diperhitungkan, karena mempunyai pengaruh terhadap keutuhan pribadi ( integrated personality ) seseorang.
Dalam pandangan Frued, apa yang dilakukan manusia khususnya yang diinginkan, dicita-citakan, dikehendaki- untuk sebagian besar tidak disadari oleh yang bersangkutan. Hal ini dinamakan “ketaksadaran dinamis”, ketaksadaran yang mengerjakan sesuatu. Dengan pandangan seperti itu, Frued telah melakukan sebuah revolusi terhadap pandangan tentang manusia. Karena, psikologi sebelumnya hanya menyelidiki hal-hal yang disadari saja. Segala perilaku yang di luar kesadaran manusia dianggap bukan wilayah kajian psikologi.
Frued menggunakan istilah Id untuk menunjukkan wilayah ketaksadaran tersebut. Id merupakan lapisan paling dasar dalam struktur psikis seorang manusia. Id meliputi segala sesuatu yang bersifat impersonal atau anonim, tidak disengaja atau tidak disadari, dalam daya-daya mendasar yang menguasai kehidupan psikis manusia. Oleh karena itu, Frued memilih istilah “id” ( atau bahsa aslinya “Es” ) yang merupakan kata ganti orang neutrum atau netral.
Pada permulaan hidup manusia, kehidupan psikisnya hanyalah terdiri dari Id saja. Pada janin dalam kandungan dan bayi yang baru lahir, hidup psikisnya seratus persen sama identik dengan Id. Id tersebut nyaris tanpa struktur apa pun dan secara menyeluruh dalam keadaan kacau balau. Namun demikian, Id itulah yang menjadi bahan baku bagi perkembangan psikis lebih lanjut.
Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan biologis manusia – pusat insting (hawa nafsu, istilah dalam agama ). Ada dua insting dominan, yakni : ( 1 ) Libido – instink reproduktif yang menyediakan energi dasar untuk kegiatan-kegiatan manusia yang konstruktif; ( 2 ) Thanatos – instink destruktif dan agresif. Yang pertama disebut juga instink kehidupan ( eros ), yang dalam konsep Frued bukan hanya meliputi dorongan seksual, tetapi juga segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan kepada Tuhan, cinta diri ( narcisisme ). Bila yang pertama adalah instink kehidupan, yang kedua merupakan instink kematian. Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan kesenangan ( pleasure principle ), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia. ( Jalaluddin Rakhmat M.sc, Psikologi Komunikasi, 1986 ).
Pada mulanya, Id sama sekali berada di luar kontrol individu. Id hanya melakukan apa yang disukai. Ia dikendalikan oleh “prinsip kesenangan” ( the pleasure principle ). Pada Id tidak dikenal urutan waktu ( timeless ). Hukum-hukum logika dan etika sosial tidak berlaku untuknya. Dalam mimpi seringkali kita melihat hal-hal yang sama sekali tidak logis. Atau pada anak kecil, kita bisa melihat bahwa perilaku mereka sangat dikuasai berbagai keinginan. Untuk memuaskan keinginan tersebut, mereka tak mau ambil pusing tentang masuk akal-tidaknya keinginan tersebut. Selain itu, juga tidak peduli apakah pemenuhan keinginan itu akan berbenturan dengan norma-norma yang berlaku. Yang penting baginya adalah keinginannya terpenuhi dan ia memperoleh kepuasan. Demikianlah gambaran selintas tentang Id. Bagaimana pun keadaannya Id tetap menjadi bahan baku kehidupan psikis seseorang.
Id merupakan reservoar energi psikis yang menggerakkan Ego dan Superego. Energi psikis dalam Id dapat meningkat karena adanya rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar individu. Apabila energi psikis ini meningkat, akan menimbulkan pengalaman tidak enak (tidak menyenangkan). Id tidak bisa membiarkan perasaan ini berlangsung lama. Karena itu, segeralah id mereduksikan energi tersebut untuk menghilangkan rasa tidak enak yang dialaminya. Jadi, yang menjadi pedoman dalam berfungsinya Id adalah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan.
Untuk menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan ini, id mempunyai dua cara, yang pertama adalah: refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti misalnya bersin, berkedip karena sinar, dan sebagainya, dan yang ke dua adalah proses primer, seperti misalnya ketika orang lapar biasanya segera terbayang akan makanan; orang yang haus terbayang berbagai minuman. Bayangan-bayangan seperti itu adalah upaya-upaya yang dilakukan id untuk mereduksi ketegangan akibat meningkatnya energi psikis dalam dirinya.
Cara-cara tersebut sudah tentu tidak dapat memenuhi kebutuhan. Orang lapar tentu tidak akan menjadi kenyang dengan membayangkan makanan. Orang haus tidak hilang hausnya dengan membayangkan es campur. Karena itu maka perlu (merupakan keharusan kodrat) adanya sistem lain yang menghubungkan pribadi dengan dunia objektif. Sistem yang demikian itu ialah Ego.
2. Ego
Meski id mampu melahirkan keinginan, namun ia tidak mampu memuaskannya. Subsistem yang kedua – ego – berfungsi menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego merupakan mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewani manusia dan hidup sebagai wujud yang rasional ( pada pribadi yang normal ). Ketika id mendesak Anda untuk menampar orang yang telah menyakiti Anda, ego segera mengingatkan jika itu Anda lakukan, Anda akan diseret ke kantor polisi karena telah main hakim sendiri. Jika Anda menuruti desakan id, Anda akan konyol.
Jadi, ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan manusia untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan. Orang lapar tentu perlu makan untuk menghilangkan ketegangan yang ada di dalam dirinya. Ini berarti bahwa individu harus dapat membedakan antara khayalan dengan kenyataan tentang makanan. Di sinilah letak perbedaan pokok antara id dan ego. Id hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin), sementara ego dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar (dunia objektif, dunia kenyataan). Lain dengan id, ego berpegang pada prinsip kenyataan ( reality principle ) dan berhubungan dengan proses sekunder. Tujuan prinsip realitas adalah mencari objek yang tepat sesuai dengan kenyataan untuk mereduksi ketegangan yang timbul di dalam diri. Proses sekunder ini adalah proses berpikir realistik. Dengan mempergunakan proses sekunder, Ego merumuskan sesuatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya dengan suatu tindakan untuk mengetahui apakah rencananya itu berhasil atau tidak.
Aktivitas Ego ini bisa sadar, pra sadar atau tak disadari. Namun untuk sebagian besar adalah disadari. Contoh aktivitas Ego yang disadari antara lain : persepsi lahiriah ( saya melihat teman saya tertawa di ruang itu ); persepsi batiniah ( saya merasa sedih ) dan berbagai ragam proses intelektual. Aktivitas pra sadar dapat dicontohkan fungsi ingatan ( saya mengingat kembali nama teman yang tadinya telah saya lupakan ). Sedangkan aktivitas tak sadar muncul dalam bentuk mekanisme pertahanan diri ( defence mechanisme ), misalnya orang yang selalu menampilkan perangai temperamental untuk menutupi ketidakpercayaan-dirinya; ketidakmampuannya atau untuk menutupi berbagai kesalahannya.
Aktivitas Ego ini tampak dalam bentuk pemikiran-pemikiran yang objektif, yang sesuai dengan dunia nyata dan mengungkapkan diri melalui bahasa. Di sini, the pleasure principle dari Id diganti dengan the reality principle. Sebagai misal, ketika seseorang merasa lapar. Rasa lapar ini bersumber dari dorongan Id untuk fungsi menjaga kelangsungan hidup. Id tidak peduli apakah makanan yang dibutuhkan nyata atau sekadar angan-angan. Baginya, ia butuh makanan untuk memuaskan diri dari dorongan rasa lapar tersebut. Pada saat yang bersangkutan hendak memuaskan diri dengan mencari makanan, Ego mengambil peran. Ego berpendapat bahwa angan-angan tentang makanan tidak bisa memuaskan kebutuhan akan makanan. Harus dicari makanan yang benar-benar nyata. Selanjutnya, Ego mencari cara untuk mendapatkan makanan tersebut.
Menurut Frued, tugas pokok Ego adalah menjaga integritas pribadi dan menjamin penyesuaian dengan alam realitas. Selain itu, juga berperan memecahkan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik dengan keinginan-keinginan yang tidak cocok satu sama lain. Ego juga mengontrol apa yang akan masuk ke dalam kesadaran dan apa yang akan dilakukan. Jadi, Fungsi Ego adalah menjaga integritas kepribadian dengan mengadakan sintesis psikis.
3. Superego
Superego adalah sistem kepribadian terakhir yang ditemukan oleh Sigmund Frued. Sistem kepribadian ini seolah-olah berkedudukan di atas Ego, karena itu dinamakan Superego. Fungsinya adalah mengkontrol ego. Ia selalu bersikap kritis terhadap aktivitas ego, bahkan tak jarang menghantam dan menyerang ego. Superego ini termasuk ego, dan seperti ego ia mempunyai susunan psikologis lebih kompleks, tetapi ia juga memiliki perkaitan sangat erat dengan id. Superego dapat menempatkan diri di hadapan Ego serta memperlakukannya sebagai objek dan caranya kerapkali sangat keras. Bagi Ego sama penting mempunyai hubungan baik dengan Superego sebagaimana halnya dengan Id. Ketidakcocokan antara ego dan superego mempunyai konsekuensi besar bagi psikis.
Seperti dikemukakan di atas, Superego merupakan sistem kepribadian yang melepaskan diri dari Ego. Aktivitas Superego dapat berupa self observation, kritik diri, larangan dan berbagai tindakan refleksif lainnya. Superego terbentuk melalui internalisasi (proses memasukkan ke dalam diri) berbagai nilai dan norma yang represif yang dialami seseorang sepanjang perkembangan kontak sosialnya dengan dunia luar, terutama di masa kanak-kanak. Nilai dan norma yang semula “asing” bagi seseorang, lambat laun diterima dan dianggapnya sebagai sesuatu yang berasal dari dalam dirinya. Larangan, perintah, anjuran, cita-cita, dan sebagainya yang berasal dari luar ( misalnya orangtua dan guru ) diterima sepenuhnya oleh seseorang, yang lambat laun dihayati sebagai miliknya. Larangan “Engkau tidak boleh berbohong“ Engkau harus menghormati orang yang lebih tua” dari orangtuanya menjadi “Aku tidak boleh berbohong “Aku harus menghormati orang yang lebih tua”. Dengan demikian, Superego berdasarkan nilai dan norma-norma yang berlaku di dunia eksternal, kemudian melalui proses internalisasi, nilai dan norma-norma tersebut menjadi acuan bagi perilaku yang bersangkutan.
Superego merupakan dasar moral dari hati nurani. Aktivitas superego terlihat dari konflik yang terjadi dengan ego, yang dapat dilihat dari emosi-emosi, seperti rasa bersalah, rasa menyesal, juga seperti sikap observasi diri, dan kritik kepada diri sendiri.
Konflik antara ego dan superego, dalam kadar yang tidak sehat, berakibat timbulnya emosi-emosi seperti rasa bersalah, menyesal, rasa malu dan seterusnya. Dalam batas yang wajar, perasaan demikian normal adanya. Namun, pada beberapa orang hidupnya sangat disiksa oleh superegonya, sehingga tidak mungkin lagi untuk hidup normal.
 Tokoh-tokoh Utama dalam Model Intervensi Psikodinamika
Model-model psikodinamika pada awalnya dikembangkan oleh Sigmund Freud (1974) yang kemudian dikembangkan teori psikoanalisis yang lebih modern oleh Lowenstein (1985) dengan konsentrasi pada bagaimana individu dapat berinteraksi dengan dunia sekitarnya, hal ini lebih mengarah kepada hubungan sosialnya dari pada hubungan secara biologis, yang kemudian berkembang pada pemikiran tentang pengaruh Ego Psikologi (E. Goldstein, 1984).
1. Carl Jung
Pandangan tentang sifat manusia Jung menekankan peran maksud dalam perkembangan manusia. Manusia hidup dengan sasaran-sasaran disamping dengan sebab-sebab. Jung memiliki pandangan yang optimistis dan kreatif tentang manusia, menekankan tujuan aktualisasi diri. Maka kini tidak hanya ditentukan oleh masa lampau, tetapi juga oleh masa mendatang.
2. Alfred Adler
Pandangan tentang sifat manusia adalah manusia dimotivasi terutama oleh dorongan-dorongan sosial. Pria dan wanita adalah makhluk sosial dan masing-masing orang dalam berelasi dengan orang lai mengembangkan gaya hidup yang unik. Adler menekankan determinan-determinan sosial kepribadian, bukan determinan-determinan seksual. Pusat kepribadian adalah kesadaran, bukan ketaksadaran. Manusia adalah tuan, bukan korban dari nasibnya sendiri.

3. Otto Rank
Kecemasan penyapihan menurut rank adalah menekankan pada ketakutan terhadap penyapihan sebagai kekuatan dinamik utama. Pemisahan awal dari ibu menghasilkan kecemasan, atau trauma kelahiran, yang bisa mempengaruhi individu sepanjang hidupnya. Setiap penyapihan bisa mengancam dan sering mengarah kepada perasaan-perasaan diabaikan. Tujuannya adalah kembali kepada kesenangan dan keamanan yang dialami di dalam rahim.
4. Karen Horney
Tema dasar dalam konsep utama dari Horney adalah kecemasan dasar, yakni perasaan terisolasi dan tak berdaya yang dialami oleh anak didalam dunia yang secara potensial bersifat bermusuhan. Segala hal yang mengganggu keamanan dasar anak dalam kaitannya dengan keintiman hubungan dalam keluarga menghasilkan kecemasan dasar.
5. Erich Fromm
Orientasi dasar Fromm diidentifikasi dengan teori-teori sosial psikologis. Fromm memusatkan perhatian pada penguraian cara-cara dimana struktur dan dinamika-dinamika masyarakat tertentu membentuk para anggotanya sehingga karakter para anggota tersebut sesuai dengan nilai masyarakat.
6. Harry Stack Sullivan
Sistem diri terbentuk sebagai akibat ancaman-ancaman terhadap rasa aman. Yang membawahi segenap dorongan adalah motif kekuasaan yang bekerja sepanjang hidup untuk mengatasi perasaan tak berdaya yang mendasar. Sistem diri seseorang berkembang sebagai reaksi melawan kecemasan yang disebabkn oleh hubungan-hubungan interpersonal.
7. Erik Erikson
Identitas ego menurut Erikson, penulis utama tentang psikologi ego, mengonsepsikan identitas ego sebagai suatu polaritas dari “apa seseorang itu menurut perasaan dirinya sendiri” dan “apa seseorang itu menurut anggapan orang lain”. Seseorang yang mencapai identitas ego memperoleh rasa memiliki. Juga, jika masa lampau seseorang memiliki makna bagi masa depannya, maka akan terdapat kesinambungan perkembangan yang direfleksikan oleh tahap-tahap pertumbuhan; masing-masing tahap berhubungan dengan tahap-tahap yang lainnya.
Asumsi Dasar Model Intervensi Tentang Manusia dalam Psikodinamika
Dikatakan psikodinamika, karena teori ini didasarkan pada asumsi bahwa perilaku berasal dari gerakan dan interaksi dalam pikiran manusia, kemudian pikiran merangsang perilaku dan keduanya saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.
Perkembangan teori psikodinamika dalam lingkungan teori-teori pekerjaan sosial masih diterapkan secara generalis, hal ini dimungkinkan karena penerapannya masih berpatokan pada ajaran Freud tadi dengan mengarah kepada pengembangan psikoanalisis.
Pendekatan psikodinamika terhadap psikologi berpusat pada proses-proses bawah sadar yang mempengaruhi prilaku. Teori psikodinamika yang paling terkenal adalah teori dari Freud, yaitu teori ”struktur” kepribadian, pertahanan ego, perkembangan psikoseksual, dan teori mimpi.
Asumsi-asumsi penting psikologi psikodinamika adalah:
1.    Perilaku dan perasaan orang dewasa (termasuk masalah-masalah psikologis) berasal dari pengalaman masa kecil.
2.    Hubungan antar manusia (terutama hubungan orangtua-anak) sangat penting dalam menentukan perasaan dan perilaku manusia.
3.    Perilaku dan perasaan sangat dipengaruhi oleh makna kejadian-kejadian dalam pikiran bawah sadar dan motif-motif bawah sadar.
4.    Berlawanan dengan cabang-cabang lain dalam psikologi yang sangat menekankan penelitian sistematis dan ilmiah, psikologi psikodinamika mencari informasi melalui mimpi, gejala, tingkah laku yang tidak masuk akal, dan semua ucapan pasien selama terapi.

Proses Intervensi dalam Psikodinamika
1.      Fokus/ akar masalah klien.
2.      Tujuan pemecahan masalah klien berikut indikator-indikator keberhasilan.
3.      Sistem dasar praktek, yang meliputi:
·         Sistem klien
·         Sistem sasaran
·         Sistem pelaksana perubahan
·         Sistem kegiatan
4.      Pokok-pokok program kegiatan pemecahan masalah
5.      Metode-metode pertolongan yang digunakan untuk memberikan pertolongan kepada klien
6.      Tahap pelaksanaan intervensi (pemecahan masalah klien)
 Teknik-teknik dalam Model Intervensi Psikodinamika
1.            Pendekatan problem solving
a.       Orang yang terlibat dalam proses
b.      Masalah yang ditangani
c.       Lokasi prakteknya
d.       Proses praktek
2.            Pendekatan transaksional analisis
a.        Struktural
b.      Transaksional
c.        Permainan
d.      Skrip analisis
3.            Pendekatan terapi lingkungan
Terapi lingkungan sebagi aplikasi pada kepedulian lingkungan sekitar.
Kekuatan dan Kelemahan Model Intervensi Psikodinamika
1.      Kekuatan
a.        Mengenalkan pentingnya pikiran bawah sadar
b.      Mengenalkan pentingnya pengalaman masa kecil dan hubungan dengan orang lain
c.        Menerangkan masalah-masalah yang sulit dan penting.
d.      Pendekatan yang berguna dalam memahami kesehatan mental, kendati tidak lengkap.
e.       Seperangkat terapi dan teknik terapeutik yang sangat berguna bagi mereka yang sedang mengalami derita psikologis.
f.        Sebagai orang pertama yang menyentuh konsep-konsep psikologi seperti peran ketidaksadaran (unconsciousness), anxiety, motivasi, pendekatan teori perkembangan untuk menjelaskan struktur kepribadian.
g.      Posisinya yang kukuh sebagai seorang deterministik sekaligus menunjukkan hukum-hukum perilaku, artinya perilaku manusia dapat diramalkan.
h.      Freud juga mengkaji produk-produk budaya dari kacamata psikoanalisa, seperti puisi, drama, lukisan, dan lain-lain. Oleh karenanya ia memberi sumbangan juga pada analisis karya seni.
2.      Kelemahan
a.       Teori-teorinya diperoleh dari studi-studi kasus.
b.      Konsep-konsepnya menarik, tetapi tidak jelas dan tidak dapat diuji.
c.       Reduksionisme psikodinamia
d.       Kesulitan berkomunikasi dan pola prilaku yang berulang-ulang – sebagai akibat pola asuhan yang buruk.
e.        Tidak berpihak pada gender.
f.        Lebih diasumsikan pada model-model yang berhubungan dengan bidang kesehatan dan lain sebagainya.
g.       Metode studinya dianggap kurang reliabel, sulit diuji secara sistematis dan sangat subyektif.
h.       Konstruk-konstruk teorinya juga sulit diuji secara ilmiah sehingga diragukan keilmiahannya. Beberapa konsepnya bahkan dianggap fiksi, seperti Oedipus complex.
i.        Bagi aliran behaviorist, yang dilakukan Freud adalah mempelajari intervening variable.





DAFTAR PUSTAKA
Donald Olding Hebb, psikologi (Surabaya:usaha nasional. 1986)
Suprrapti Slamet I.S, dkk. Pengantar klinis (Jakarta: UI press.2003)
Nurman b. Sudhd berg psikologi klinis (Yogyakarta: pustaka pelajar. 2007)
Yustinus semiun, Kesehatan mental (Yogyakarta: kanius. 2006)
Gerald corey, teory dan praktek konseling dan psikoterapi (bandung: refika aditama. 2009)